Rabu, 07 Desember 2011


DIA TETAP BERTAHAN



Burung Sriti terbang berkelompok, menari-nari di langit senja yang oranye. Tak jemu aku memandang langit yang penuh warna itu biru, merah dan jingga. Kuayunkan sapu lidi searah laju angin, sambil kunikmati hembusan angin sore yang menenangkan jiwa. Di sela-sela hembusan angin itu tercium bau yang kurang sedap “baunya seperti dari kolam”, ketika kutengok ke sumber bau, aku terkejut melihatnya terkapar terenggap-enggap tak berdaya, sampai-sampai dia tak mampu lagi menahan berat tubuhnya dan dia terbalik, kupikir  dia telah mati, tapi kulihat siripnya masih bergerak “ dia masih hidup? Oh ikan Koiku! bertahanlah aku akan segera menolongmu”. Segera aku mengambil gayuh, dan kuisi gayuh itu dengan air bersih, perlahan kuangkat tubuh si Koi dan kupindahkan ke dalam gayuh. Aku tak tega melihatnya, sisiknya terkelupas, dan napasnya tersengal-sengal, rasanya aku ikut merasakan sakit, kupikir dia sebentar lagi dia akan berakhir ”pokoknya aku tak mau melewatkan detik-detik terakhirku bersama Koi!”.
            Lima menit sudah aku memandanginya, tapi si Koi masih tetap bertahan hidup, dia berulang kali dia berusaha untuk menegakkan tubuhnya, berulang kali dia mencoba dan berulang kali pula dia terbalik kembali, sampai suatu saat “ dia berhasil! Ayo Koi bertahanlah “. Aku begitu girang melihatnya, tapi… tak lebih dari dua detik tubuhnya roboh kembali, “Oh Koi How pity you are!”
            Tiba-tiba terdengar suara ibu memanggilku dari lantai dua “ Diah! Tolong angkatkan jemuran, dan pindahkan baju yang telah di setlika ke almari “. Aku tidak bisa menolak panggilan itu “ inggih ibu! “, tanpa terasa kakiku telah bergerak cepat menuju lantai dua, kutinggalkan si Koi sendiri yang terus bertahan hidup di dalam gayuh.
            Setelah pekerjaanku selesai, aku kembali menengok si Koi dalam gayuh. Ku lihat dia sedang berjuang melawan maut, tubuhnya berputar-putar seirama dengan bentuk gayuh. Dia semakin melemah … lemah…lemah…, napasnya tinggal 1, 2, 3, seakan dia ingin mengucapkan selamat tinggal padaku. Tak terasa air mataku jatuh ke gayuh, terus mengucur tak terbendung, seketika air dalam gayuh menjadi hangat, air mataku mengandung seribu bahasa, terus memberikan semangat pada si Koi untuk bertahan. “ Koi, apa kau lapar ? ku ingat aku belum memberimu makan sehari ini”. Kemudian kubuka toples tempat makanan Koi, ku ambil tiga butir sentrat dan aku menaburnya dalam gayuh, “ ini makanlah Koi “ Koi terlihat ingin meraih butiran-butiran sentrat itu, namun ia tak sanggup menggapainya . “ Koi aku ikhlas kau pergi, bila kepergianmu dapat mengakhiri rasa sakit yang kau derita, mungkin kepergianmu adalah yang terbaik “. Perlahan aku melangkah meninggalkan gayuh itu, dan melupakan Koi.
            Di early morning banget, setelah sholat subuh, seperti biasa aku mencuci beras untuk ditanak, sambil ku siram butiran-butiran beras itu dengan air sambil kuremas-remas. Tiba-tiba mataku memandang kearah gayuh berwarna pink yang terletak di atas gentong, tiba-tiba aku teringat “ Oh iya, itu kan gayuh tempat Koi, btw gimana kabar si Koi ya?” dengan was-was aku melihat dalam gayuh,  jasad si Koi nampak pucat dan terbujur kaku, Koi telah pergi … , setelah sekian lama dia bertahan kini telah berakhir sudah. Dan satu yang ku sesalkan aku melewatkan saat-saat terakhir bersamanya.


                                                                                                                        By: DIAH AYU P

Tidak ada komentar:

Posting Komentar